NEWSGAPI

Gerbang Informasi Masa Kini

Tunas Agung: Maluku Utara Harus Perkuat Sektor Industri Pengolahan dan Pertanian

Diseminasi Fiskal dan Moneter Malut, diselenggarakan oleh Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara bekerja sama dengan Kanwil DJPb Provinsi Maluku Utara pada Selasa (19/9/2023) di Red Corner. (Foto, IG/BI).

newsgapi, Ternate – Inflasi di Maluku Utara masih menjadi tantangan bagi pemerintah daerah dalam menjaga stabilitas harga dan kesejahteraan masyarakat.

Untuk mengatasi hal ini, pemerintah pusat melalui Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Maluku Utara (Kanwil DJPb Malut) telah mengumumkan langkah-langkah penting dalam upaya mengendalikan inflasi di wilayah ini.

Dalam acara Diseminasi Fiskal dan Moneter Malut yang digelar bersama Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara (BI Malut) di Red Corner, Selasa (19/9/2023), Kepala Kanwil DJPb Malut, Tunas Agung Jiwa Brata, menyampaikan bahwa pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 546,2 miliar untuk beberapa kementerian/lembaga (K/L) yang memiliki peran kunci dalam pembangunan daerah.

“Anggaran ini ditujukan untuk mendukung program-program prioritas pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan, pengembangan infrastruktur, dan layanan transportasi. Kami berharap anggaran ini dapat berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi di Maluku Utara,” kata Tunas.

Tunas menjelaskan bahwa Kementerian Pertanian mendapatkan alokasi sebesar Rp 6 miliar untuk meningkatkan ketahanan pangan dan mengembangkan kawasan pertanian.

Sementara Kementerian Perhubungan mendapatkan Rp 113,93 miliar untuk pengembangan layanan transportasi.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendapat Rp 423,48 miliar untuk pengembangan infrastruktur jalan dan irigasi, sedangkan Kementerian Kelautan mendapatkan Rp 677,96 juta untuk pengelolaan pelabuhan perikanan.

Badan Pusat Statistik juga mendapat alokasi sebesar Rp 2,1 miliar untuk penyediaan dan pengembangan statistik harga.

“Kami berkoordinasi dengan K/L terkait untuk memastikan bahwa anggaran ini dapat terserap dengan baik dan tepat sasaran. Kami juga melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala untuk melihat dampaknya terhadap perekonomian daerah,” ujar Tunas.

Namun, dari sisi indikator kesejahteraan, Tunas mengakui bahwa Maluku Utara masih memiliki pekerjaan rumah.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2022 sebesar 69,47, lebih rendah dari rata-rata nasional. Begitu juga dengan tingkat pengangguran, kemiskinan, dan rasio Gini yang belum mencapai target nasional.

“Hanya IPM dan Nilai Tukar Petani (NTP) yang berada di bawah angka nasional. Ini menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, kami perlu meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pemberdayaan sektor riil di Maluku Utara,” tutur Tunas.

Di sisi fiskal, Tunas melaporkan bahwa per 30 Juni 2023, Maluku Utara mencatat pendapatan negara sebesar Rp 1,95 triliun, tumbuh 54,81% secara tahunan (yoy), terutama karena peningkatan penerimaan pajak.

Sementara belanja negara mencapai Rp 7,42 triliun, dengan defisit sebesar Rp 5,47 triliun.

“Kami optimis bahwa pendapatan negara dapat terus meningkat seiring dengan pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Kami juga berupaya untuk menekan belanja negara agar lebih efisien dan efektif,” kata Tunas.

Di sisi APBD Regional, pendapatan daerah pada periode yang sama mencapai Rp 3,93 triliun, dengan turun 19,62% (yoy), sedangkan belanja negara mencapai Rp 3,63 triliun, dengan surplus sebesar Rp 295,07 miliar.

“Kami mengapresiasi kinerja pemerintah daerah dalam mengelola APBD Regional. Kami juga mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan pengalokasian belanja daerah untuk sektor-sektor yang dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” ucap Tunas.

Tunas juga menyebutkan bahwa untuk mendorong pengembangan ekonomi daerah, sektor industri pengolahan menjadi unggulan, dengan potensi dalam pengolahan bijih nikel, emas, hasil bumi, dan hasil laut.

Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan juga memiliki potensi yang besar, terutama dalam budidaya cengkeh, durian, pala, ikan laut, dan lobster.

“Maluku Utara memiliki sumber daya alam yang melimpah dan beragam. Kami perlu memanfaatkan sumber daya ini dengan baik dan berkelanjutan. Kami juga perlu meningkatkan nilai tambah produk-produk lokal agar dapat bersaing di pasar nasional maupun internasional,” papar Tunas.

Namun, tantangan utama adalah meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan kemandirian fiskal.

Tunas mengatakan bahwa rasio ketergantungan fiskal yang tinggi dan penurunan local tax ratio menjadi perhatian.

Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk menentukan sumber pajak daerah yang dapat meningkatkan PAD, dengan fokus pada pajak reklame, pajak air tanah, dan BPHTB.

“Kami akan terus berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) untuk meningkatkan kualitas penerimaan perpajakan. Kami juga akan memberikan bimbingan dan fasilitasi kepada pemerintah daerah dalam mengoptimalkan potensi pajak daerah,” jelas Tunas.

Terkait rekomendasi, Tunas menyampaikan bahwa langkah-langkah pengendalian inflasi, perluasan implementasi Nontaxable Local Expenditure (NLE), pelibatan UMKM, dan kerja sama dengan pihak ketiga perlu diterapkan. Pembentukan BUMD dalam rantai pasokan industri pengolahan dan program Corporate Social Responsibility (CSR) juga dapat memperkuat perekonomian daerah ini.

“Kami berharap langkah-langkah ini dapat membantu Maluku Utara dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Kami juga berharap kerja sama antara pemerintah pusat, daerah, dan sektor swasta dapat terus terjalin dengan baik,” pungkas Tunas.